"Emangnya di tepi jalan saja kok bisa dilihat.Kamu sekarang ada di mana?" Budiyono mahu mendapat kepastian keberadaan rakannya itu.
"Aku benar-benar ada di hadapan satu gedung besar tepi jalan ni..." terang Sutomo sambil memerhatikan gedung besar itu.
" Apa namanya gedung itu?" tanya Budiyono agak kaget.
"Namanya pelik sekali, Gian. Kah! Kah! kah! Gian itu maksudnya ketagih kan? Ganjil betul orang Malaysia ini ya Yono, macam enggak ada nama lain mahu digunakan." Celoteh Sutomo yang menganggap lucu dengan nama Gian itu.
"Gian?? Aku pun enggak pernah dengarin nama itu. Bisa tolong sebutkan hurufnya satu persatu...." Budiyono semakin kaget campur curiga mendengar penjelasan Sutomo.
" Apa kamu ingat aku tidak bisa mengeja dan menyebutnya dengan betul?"
Sutomo terasa seolah-olah Budiyono itu cuba merendah-rendahkan intelektualnya walhal pernah sama-sama santri sewaktu di Pesantren Nurul Karomah di desa mereka dulu.
" Ayuh, pantas ejakan hurufnya...." balas Budiyono yang sudah masak dengan gelagat rakannya itu.
" Dengarin ya, ji, ai, ae, en, ti ... " Sutomo menyebut satu persatu abjad yang jelas terpampang besar digudang depannya itu.
"Itukan Gian bunyinya!" penuh kepastian Sutomo cuba menyakinkan rakanya.
" Itukan tulisan Inggeris, bunyinya Jayen! Situlah Jayen yang kamu cari-cari itu. Aku penyokong PR, sama boikot itu gedung Jayen. Lu tentu penyokong Umno sebab itu lu bongok! Masih maunya kesana, bongok lu!" Herdik Budiyono sambil mematikan henponnya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan