Khamis, 25 Ogos 2011

Bila Harimau Sudah Menaip...

Bila Harimau Sudah Menaip...


Martabatkan Ulama : Seandainya Nik Aziz Gubernur Aceh?

Posted: 24 Aug 2011 01:11 PM PDT

 http://farm5.static.flickr.com/4138/4782426251_1cb2d80153.jpg
Fakhruddin Lahmuddin bersama kawan-kawannya dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Besar bersilaturrahmi ke Negeri Kelantan, Malaysia. Mereka ingin menjumpai seorang pemimpin rakyat yang mungkin sekali tak ada di daerah lain, apalagi di Aceh.

Namanya Tuan Guru Dato' Nik Abdul Aziz bin Nik Mat. Lebih akrab disapa "Nik Aziz". Dia menjabat Menteri Besar (gubernur) Negeri Kelantan sejak 20 tahun terakhir. Karena kepemimpinannya, oleh rakyat, ia digelar Umar bin Khattab-nya Kelantan. Musabab itulah, Fakhruddin dan kawan-kawan ingin belajar pada gubernur berusia 84 tahun itu.


Saat tiba di depan pendopo, rombongan disambut sekretaris gubernur; karena Nik Aziz sedang dalam perjalanan pulang dari Kuala Lumpur. Lalu mereka dipersilakan duduk di ruang pertemuan berkapasitas 200-an orang. Sungguh, mereka terpana. Kursi dan meja kayu, kipas dan mimbar usang, pula perabotan lainnya, tampak sederhana, jauh sekali dengan di Aceh atau provinsi lainnya.


Tak berapa lama kemudian Nik Aziz hadir. Ia berjubah putih (selalu demikian, menurut cerita warga Kelantan). Mereka selanjutnya beramah-tamah. Usai Fakhruddin dan kawan-kawan menyampaikan maksud kedatangannya, Nik Aziz pun berbicara.


"Nak jaga dan bangun Kelantan tak sulit bagi saya. Yang sulit adalah nak jaga diri saya dari godaan duniawi," tutur Nik Aziz menanggapi penilaian Fakhruddin dan kawan-kawan tentang ketenteraman Kelantan, dimana mayoritas penduduknya Melayu asli.


Pernyataan tersebut memantik semangat Fakhruddin untuk terus mengorek sisi menarik lain dari seorang Nik Aziz. Ketua MPU Aceh Besar itu pun memerolehnya dari melihat sendiri maupun berdasarkan cerita penduduk Kelantan.


Pertama, begitu dilantik jadi Menteri Besar (MB) Negeri Kelantan, dinas pembangunan umum setempat segera menawari Nik Aziz untuk mengaspal dan memperbaiki jalan sekitar rumah dan pesantren miliknya. "Jangan, jangan! Kenapa sebelum saya jadi MB tak diperbaiki? Tak boleh," tegasnya. Orang dinas terdiam.


Kedua, Nik Aziz selama jadi gubernur tak pernah tidur di pendopo. Ia menilai, kalau tidur di pendopo harus menyewa guard (satpam) dan tukang kebun, misalnya. Lalu pekerja itu digaji dengan uang negara, dimana uang itu seharusnya dipakai untuk menyejahterakan rakyat. Ia tak mau begitu. Gubernur Aceh sekarang juga tak mau tidur di pendopo, tapi berbeda tujuannya dengan Nik Aziz.


Ketiga, Nik Aziz tinggal di rumah yang sangat sederhana. Rumahnya berkonstruksikan kayu. Kecil. Padahal sampai kini ia sudah punya 10 anak dan 55 cucu dari istri tunggalnya. Fakruddin dan kawan-kawan terpana lagi ketika berkunjung ke rumahnya. Tak ada satupun pengawal yang jaga-jaga di rumah pemimpin salah satu negara bagian Malaysia itu.


Keempat, Nik Aziz pelayan tamu. Suatu kali ada wartawan asing ingin menjumpai Nik Aziz di rumahnya. Usai dipersilakan masuk oleh seorang lelaki tua, wartawan itu menunggu sang gubernur. Tak lama kemudian, lelaki tua tadi keluar dengan membawakan minuman.


"Saya ingin menjumpai Nik Aziz, apa dia ada di sini?" kira-kira begitu tanya si wartawan. "Inilah saya Nik Aziz yang kamu maksud," sahut lelaki tua itu. Si wartawan terkejut dan malu. Lalu satu pertanyaan menarik darinya timbul lagi kemudian, "Anda seorang gubernur, apa tidak takut tinggal di rumah dengan tak ada seorangpun guard?" Dengan mantap Nik Aziz menjawab, "orang yang perlu pengawal adalah orang yang punya musuh, punya masalah. Saya tak punya masalah dengan siapapun. Guard saya adalah beribadah kepada Allah."


Kelima, Nik Aziz turut membersihkan tandas (sebutan WC oleh orang Malaysia). Suatu kali, sekira jam 3 pagi waktu Malaysia, seorang santri melihat ada bayang-bayang seorang lelaki di sebuah WC pesantren milik Nik Aziz. Ia heran, yang membersihkan toilet seharusnya tugas santri. Begitu didekatinya, ternyata lelaki itu pemimpin pesantren tempat dia belajar, yaitu Nik Aziz. Ia merasa malu.


Keenam, suatu malam, seorang warga keturunan Cina kebingungan karena mobil yang dikemudinya mogok. Lalu sebuah mobil tua berhenti. Seorang lelaki tua turun dari dalamnya. Lalu membantu si Cina itu. Bahkan ditemani sampai ke bengkel. Esok pagi, ia terkejut. Ia melihat di koran, ada foto orang yang membantunya semalam. Ternyata lelaki tua itu Nik Aziz.


***


Begitulah Nik Aziz. Fakhruddin Lahmuddin menceritakannya beberapa hari setelah ia pulang dari Kelantan. Tepatnya, Ketua MPU Aceh Besar itu mengisahkan kepada saya pada Jumat 27 Mei 2011 yang panas, usai mengajar di Fakultas Dakwah IAN Ar-Raniry Banda Aceh. "Masih banyak cerita menarik lain tentang Nik Aziz selama jadi gubernur, cerita yang nyaris mustahil ada pada diri pemimpin di Indonesia maupun negara lain," katanya. Dia tidak sedang berbohong.


Adakah calon gubernur di Aceh seperti gubernur Kelantan iu?


Aceh di ambang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). "Sulit menemui calon pemimpin seperti Nik Aziz di Aceh, maka patut memilih yang mendekatinya," kata pemimpin Ponpres Umardian itu.


Lalu dia menganalogikan pada seorang sopir bus penumpang yang mengalami situasi membahayakan. Tiba-tiba saja, sekitar tiga meter di depannya seorang lelaki tua sedang menyebrangi jalan dengan melangkah pelan, sendiri. Di kanan, bus lain berusaha menyalipnya. Sedang di kiri, ada jurang yang dalam. Sopir gamang. Kalau menabrak lelaki tua itu pasti mati. Kalau mengelak atau mengerem, bus pasti masuk jurang dan semua penumpang kemungkinan besar akan mati. "Pilih mana?"


"Begitu juga dalam hal memilih pemimpin," katanya. Bila seandainya semua calon pemimpin tergolong zalim–baik tingkat tinggi maupun rendah–, maka patut memilih satu pemimpin yang zalimnya paling rendah di antara lainnya. Bila pada cerita sopir di atas, lebih bagus menabrak seorang lelaki tua itu daripada masuk jurang lalu semua penumpang mati.


Kemudian Fakhruddin menyebutkan satu hadits sahih riwayat Bukhari yang artinya, "Rasulullah pernah bersabda, `Bantulah saudaramu yang zalim dan yang terzalimi`. Lalu sahabat rasul bertanya,`Ya Rasulullah, kami tahu bagaimana cara membantu orang yang terzalimi, tapi bagaimana kami membantu orang yang zalim?` Rasulullah menjawab, `cegah ia dari melakukan kemungkaran."


Musim Pilkada banyak "orang zalim" yang minta dibantu saat pemilihan. Bila ada pemimpin–yang sudah bisa dipastikan kalau kepemimpinannya kelak akan menyengsarakan rakyat–meminta bantuan pada kita untuk memilihnya, maka bantulah dia.


"Caranya, jangan memilihnya saat pemilihan berlangsung. Jika kemudian ditanya kenapa tak bantu, cukup dijawab, 'saya sudah bantu Anda supaya tidak menjadi pemimpin yang zalim. Supaya kejahatan tidak terus bertambah. Maka saya bantu menguranginya dengan tidak memilih Anda saat pemilihan.' Jika ada calon lain yang minta bantu juga, hadapi dengan cara yang sama," katanya.


Maka jalan untuk menemukan Nik Aziz di Aceh akan terbuka meski dalam jangka yang lama, dengan catatan konsep "membantu orang zalim" itu harus konsisten dipegang rakyat. Jika tak besar gengsi, pemimpin di Indonesia patut meniru Nik Aziz. Dan andai saja Nik Aziz Gubernur Aceh sekarang, maka majulah Aceh. 
disalin dari : Harian Aceh dan Tulahan 

Tiada Ulama Dalam PKR

Posted: 24 Aug 2011 11:34 AM PDT

Wacana Sinar Harian yang di'moderate"kan oleh Prof. Dr. Asri sebenarnya mengetuk benak hati saya yang paling dasar; Dimana PKR? Mengapa PKR tiada ulama? Mengapa PKR hanya menumpang ulama PAS?

Tidak saya nafikan bahawa saya agak tidak bersetuju jika Ulama Islam di asingkan mengikut parti politik. Ulama Islam yang bagus adalah walaupun mereka cenderung berpartian namun tetap tegas dalam menasihati dan menegakkan hukum Allah. Maka, janganlah kita mendosakan diri kita dengan menghina Ulama dalam parti UMNO ataupun PAS ataupun Ulama yang tidak berparti sekalipun.

Justeru itu, saya tidak condong kepada mana-mana parti dalam mengangkat pendapat ulama-ulama. Contoh jelas, saya sayang dan setuju dengan mana-mana ulama/ ahli ugama jika mereka berbicara hal kebenaran dan menyampaikan ilmu-ilmu Allah seperti Al-Fadhil Ustaz Azhar Idrus, Al-Fadhil Ustaz Kazim Elias Al-Hafiz, Al-Fadhil Ustaz Fathul Bari, Prof. Dr. Asri, Tuan Guru Nik Aziz dan lain-lain. Saya upload ceramah mereka walaupun "banjingan politik" yang tidak sealiran dengan mereka tidak suka dan tidak setuju. Pada saya, jika mereka di pentas politik, maka fahamilah itu adalah kecenderungan politik mereka. Mereka juga ada hak untuk menyokong parti politik yang mereka sukai. Ia tidak salah selagi mereka jujur dan amanah dalam mengasingkan kebenaran dari kepalsuan dan yang haq dari yang bathil. Secara peribadi, saya agak kecewa apabila terbaca bahawa ada insan yang bergembira tatkala mendengar berita kegeringan Al-Fadhil Ustaz Kazim Hj Elias Al-Hafiz kerana kekurangan tidur sejak 50 hari yang lalu (Semoga beliau lekas sembuh). Jelas sungguh pemahaman rakyat beragama Islam tentang agama dan politik sudah parah . Apa sahaja perkara yang berlaku, pasti akan ada unsur politik untuk merosakkannya. MasyaAllah.

Berbalik kepada isu asas, perasankah kita bahawa tiada Ulama di dalam parti PKR? Mengapa? PKR tidak mahu pendapat Islamik akan menggangu pendapat pluralisma mereka?Ulama-ulama Islam akan menenggelamkan karisma Ketua Umum PKR?

Ada yang menempelak 40 Ulama masuk UMNO namun jika kita amati secara dalam-dalam, sememangnya UMNO perlukan nasihat ulama. Celakalah UMNO jika ulama-ulama itu hanya dijadikan propaganda meraih undi. Yang wajar kita lakukan (walaupun saya agak 50-50 hal ini), berdoa atas kebaikan UMNO dan bersangka baik.

Sebaliknya, PKR tidak pernah mencanang atau mengangkat mana-mana Ulama sebagai "frontline" mereka. Mungkin PKR berbangga dengan status "mantan Presiden ABIM" yang pernah disandang Dato' Seri Anwar Ibrahim namun bukankah Tun Pak Lah juga mempunyai sejarah itu? Apa jadi pada pemerintahan Pak Lah? Maaf jika ia kasar. Pak Lah tewas di tangan anak menantunya yang menyelinap masuk ke dalam UMNO entah dari mana.

Dari sudut pandang saya, PKR mempunyai blogger-blogger yang bijak berhujah dan menggunakan nas-nas Al- quran dan Hadith bagi menerangkan sesuatu isu. Ia memang berlawanan dengan blogger-blogger UMNO yang menggunakan kekerasan dalam menyampaikan mesej mereka (pandangan peribadi). Namun, adakah wajar jika pandangan-pandangan dari blogger PKR disandarkan untuk menyelami/ menyelesaikan sesuatu isu?

Sebagai contoh, bolehkah saya berhujah" Menurut tulisan dan pendapat Hishadudin Vais dari blog "Tukar Tayar" bertarikh 17 Julai 2010, dimana beliau memetik Hadith Qudsi yang berbunyi........."????

Bukankah ia kelihatan janggal?

Sampai bila PKR mahu menumpang Ulama PAS? Atau sememangnya PKR tidak mahu campurtangan Ulama?

Nyatalah, UMNO dan PAS telah dan masih mencuba untuk mengangkat institusi Ulama Islam. Jangan kita memperlekehkan usaha mereka.

Jika saya ditanya hari ini, parti mana yang saya akan sokong,saya akan menjawab, mana-mana parti asalkan mereka berpegang pada tali Allah.

Akhir qalam, raikan Hari Merdeka, bersyukurlah atas nikmat Allah dan merdekakan minda yang terkurung dalam kamar politik yang sempit.

Wallahualam.



Tiada ulasan: